Gus Dur sejak dulu gaya politiknya adalah selalu zig zag seperti ilmunya nenek moyang kita orang pelaut yang naik perahu layar walaupun angin dari depan kita kita bisa maju dengan zig zag menggunakan langkah pengetahuan hukum gaya(Fisika).
Sewaktu penglihatannya masih normal dengan mudahnya bisa banting setir untuk mengkoreksinya. Karena dengan tatapan mata, dalam pembicaraan, gaya gerak bicara("body language"), orang bisa memperkirakan bagaimana lawan bicara tersebut.
Karena Gus Dur (maaf) tidak bisa melihat normal maka tidak bisa menangkap insipirasi dari lawan pembicaranya secara spontaneous.
Semuanya mesti disiapkan lebih dulu. Padahal sebagai pemimpin baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi, sewaktu dibutuhkan "alignment" dari organisasi itu butuh feed back tatapan, pembicaraan yang spontanious dan bisa menangkap informasi fakta dan bukan "noise" ataupun sampai pesan sponsor sekeliling masuk. Makanya Raja Harun Al Rasyid dulu suka keluar menyamar adalah dalam rangka menangkap inspirasi rakyat bawah, tatapan, perangai,"body language" bawahannya, stafnya, seluruh lapisan masyarakatnya. Dengan kekurangan ini, Gus Dur mengandalkan dengan sangat teman, orang orang disekelilingnya untuk memberikan masukan.
Dan namanya manusia, segala macam informasi bisa masuk termasuk noise, bujukan halus( penutup keserakahan)dapat masuk dengan mudah. Pada waktu mau melakukan rechecking dengan yang bersangkutan, Gus Dur "fails to catch body language" dari orang tersebut ataupun orang sekelilingnya. Akibatnya kalau mau memutuskan adalah "saya tidak mau berdebat" dan "saya menggunakan hak prerogratif saya maka saya berbuat demikian" mentality ini akan berlangsung terus.
Dilain hal, karena berlatar belakang politik, pemikiran profesionalnya sangat kurang. Kejadian penggantian Menteri menteri Jusuf Kalla S.E. dan Ir. Laksamana Sukardi adalah salah satu dari sekian contoh dari keterbatasan wawasan profesional dan keterbatasan rechecking dan alignment dari kabinetnya. Hanya mendengar orang orang disekitarnya saja.
Kejatuhan mantan Presiden Suharto salah satunya tidak bisanya melihat lingkaran luar dan selalu dilingakari yes person dan orang orang serakah!. Nah Gus Dur sebagai Kiai, bagaimana hati nurani anda apakah masih mampukah anda sebagai Presiden dan mengalignment dari "sampeyan" punya kabinet?. Kalau punya doubt, lebih baik ya "muliha nang Jombang", jadi Kiai dan pemberi petunjuk.
Karena jadi Presiden penuh dikelilingi intrik intrik. Kan ada pepatah "Ada gula ada Semut" Dimana mana diujung dunia itu peribahasa berlaku.
End of forwarded message from IrNarayana P
Artikel Terkait: