“Jika penduduk suatu negeri beriman dan berTaqwa, Kami akan bukakan berkat dari langit dan bumi” (Al-A’raf : 96)
“ALLAH menjadi pembela (pembantu) bagi orang yang berTaqwa” (Al Jatsiyah: 19)
“Akan Aku wariskan bumi ini kepada orang-orang yang sholeh (berTaqwa)” (Al Anbiya: 105)
Kejayaan suatu bangsa yang kejayaan tersebut bersifat selamat dan menyelamatkan tidak akan bisa diraih kecuali melaui jalan Taqwa. Bila melalui jalan selain Taqwa maka akan lahir berbagai macam kerusakan di muka bumi. Sebagaimana telah ALLAH firmankan:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di bumi di sebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya ALLAH merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Ar Rum : 41)
Bangsa yang berTaqwa tentulah masyarakatnya adalah masyarakat yang berTaqwa. Masyarakat yang berTaqwa tidak mungkin terwujud tanpa terwujudnya keluarga-keluarga yang berTaqwa. Dan keluarga-keluarga yang berTaqwa tentu mustahil terwujud bila insaniah dalam keluarga tidak berTaqwa. Artinya, supaya bangsa ini bangkit dan mendapat kejayaan, insan bangsa ini perlu dibina dan dididik menjadi orang yang berTaqwa.
Apa sebenarnya Taqwa itu? Mengapa bila disebut kata Taqwa, kita sudah tidak merasakan apa-apa lagi? Mengapa kata Taqwa tidak lagi berkesan pada jiwa kita padahal setiap khutbah Jumat khatib selalu mewasiatkan Taqwa? Mengapa Taqwa ini seperti dipinggirkan, padahal Taqwa ini adalah kunci kemenangan dan kejayaan umat Islam di dunia dan akhirat.
Hari ini, sudah 81 tahun berlalu semenjak kejatuhan khilafah Islam. Artinya, jauh sebelum kejatuhan secara resmi tersebut, umat Islam sudah lama menjadi lemah. Umat Islam telah terserang penyakit cinta dunia dan takut akan kematian. Fakta sejarah ini jelas telah menunjukkan kepada kita bahwa sudah lama umat Islam ini kehilangan sifat Taqwa. Sehingga kebanyakan orang tidak lagi paham apa sebenarnya Taqwa. Walaupun Taqwa selalu disebut tetapi ilmu tentang Taqwa tidak pernah diajarkan. Jalan untuk mendapatkan Taqwa tidak pernah diberitahu. Syarat-syarat dan rukun-rukun Taqwa juga tidak pernah lagi dinyatakan. Wajarlah jika kemudian bagi sebagian orang, perkataan Taqwa tidak ada arti apa-apa lagi karena kebanyakan orang sudah tidak paham.
Taqwa bukan sekedar melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan ALLAH. Orang melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan tidak selalu berdasarkan Taqwa. Mereka taat mungkin karena ada sebab lain seperti menginginkan upah, ingin dipuji, dan ingin pengaruh. Mereka juga meninggalkan yang dilarang bisa karena ingin menjaga nama baik, takut dihukum, takut dihina,dan takut diasingkan. Begitulah arti Taqwa telah disalahartikan. Maksud dari Taqwa telah disempitkan. Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara.
Hujahnya adalah Al Quran At Tahrim ayat 6 yang bermaksud: “Wahai orang yang beriman, hendaklah kamu memelihara kamu dan kelurgamu dari api neraka”.
Dalam Al Quran, ALLAH sering menyeru dengan kalimat ittaqu atau yattaqi. Tambahan huruf pada asal kata waqa membawa perubahan makna. Di sini ittaqullah mempunyai maksud hendaklah kamu mengambil ALLAH sebagai pemelihara /benteng/pelindung. Yaitu hendaklah jadikan Tuhan itu pelindung. Jadikan Tuhan itu benteng. Bila sudah berada dalam perlindungan, kubu atau benteng Tuhan maka perkara yang negatif dan berbahaya tidak akan masuk atau tembus. Artinya jadikanlah Tuhan itu dinding dari segala kejahatan.
Orang yang berTaqwa adalah orang yang luar biasa disebabkan dia adalah manusia yang sudah bersifat malaikat. Dia sudah menjadi orang Tuhan. Sebab itulah dia dibantu dan dibela oleh Tuhan. Dan hanya orang berTaqwalah yang akan selamat dunia akhirat.